29/11/11

Kemiskinan di Indonesia


Indonesia sebagai Negara berkembang masih banyak memilik imasalah-masalah sosial.Menurut Soerjono Soekanto masalah social adalah suatu ketidak sesuaian antara unsur-unsur kebudayaan atau masyarakat, yang membahayakan kehidupan kelompok sosial.Jika terjadi bentrokan antara unsur-unsur yang ada dapat menimbulkan gangguan hubungan social seperti kegoyahan dalam kehidupan kelompok atau masyarakat. Seperti contoh, kemiskinan, kenakalanremaja, korupsi, keracunanmakanan, pertikaian antarsuku, dll.Hampir seluruh masalah sosial yang terjadi memiliki hubungan yang saling berkaitan..Indonesia memang merupakan negaraberkembangdan memilikisumberdaya alam yang sangat banyak, tetapi Indonesia juga termasuk negara yang tingkat kemiskinannya masihcukup tinggi. Banyak warga negara Indonesia yang mengalami kemiskinan.

Faktor-Faktor penyebab Kemiskinan di Indonesia antara lain Tingkat pendidikan yang rendah sehingga menyebabkan pengangguran dan masyarakat Indonesia tidak mempunyai sumber penghasilan.
Selain itu kemiskinan juga dapat disebabkan oleh tingkahlaku dari suatu individu, bencana alam, dan lingkungan. Kemiskinan juga dapat menimbulkan masalah-masalah social lainya. Seperti contoh, tingkat pendidikan Indonesia menjadi semakin rendah, pengangguran semakin banyak, terdapat banyak anak jalanan, pengemis, juga pengamen.Oleh karena itu sebagai generasi penerus, kita diharapkan dapat memberantas kemiskinan. Banyak hal simpel yang dapat kita perbuat untuk memberantas kemiskinan tersebut. Seperti, belajar dengan giat gun amemperbaiki status social keluarga. Melakukan kegiatan Bakti Sosial juga dapat mengurangi tingkat kemiskinan. Pemerintah sepatutnya juga membantu dalam memberantas masalah kemiskinan ini. Pemerintah juga dapat memberikan beasiswa-beasiswa untuk anak-anak berprestasi dari kalangan tidak mampu.Terkadang, banyak sekalianak-anak yang memiliki kemampuan otak yang baik tetapi ia tidak memiliki kemampuan ekonomi yang baik. Oleh karena itu, segeralah kemiskinan di Indonesia ini di berantas. Agar tidak terjadi masalah-masalahsosial lainnya atau pun gangguan-gangguan dalam kehidupan bermasyarakat. Selain itu Indonesia juga dapat meningkatkan Sumber Daya Manusia untuk memanfaatkan Sumber Daya Alam yang ada di Tanah Air Indonesia ini.

28/11/11

Tradisi Tawur Dhukutan untuk Membersihkan Desa

Tawuran tidak selamanya bermakna negative, seperti halnya tradisi yang dilakukan oleh masyarakat Nglurah Tawangmangu, Karanganyar, Jawa Tengah. Kekerasan bagi masyarakat Nglurah merupakan media silaturahmi dan sarana mempererat kerukunan masyarakat desa tersebut. Bahkan kekerasan tersebut harus dilaksanakan setiap 8 bulan sekali atau setiap pitung lapan dalam penanggalan jawa.

Prosesi tawuran ini diawali dengan Arak-arakan warga dari dua dusun, yaitu Nglurah Lor dan Nglurah Kidul yang membawa sesaji menuju makam pepunden yang dikenal sebagai Situs Menggung. Sesaji berupa makanan pokok seperti nasi, lauk pauk dan sayuran dan juga makanan ringan lain seperti kue-kue dan kerupuk.

Setelah doa bersama, sesepuh desa membagikan sesaji berupa air suci dan jajan pasar kepada warga, selanjutnya sejumlah warga mengelilingi makam sambil melemparkan sesaji ke puluhan warga yang lain.

ritual kemudian dilanjutkan dengan arak-arakan puluhan warga dari Dusun Nglurah Lor dan Nglurah Kidul menuju pepunden di Dusun Nglurah Lor. Sesampainya di makam, puluhan warga dari dua dusun yang berbeda ini kemudian tawuran. Warga dibiarkan saling Beradu dan bahkan diperbolehkan menggunakan kayu, batang pohon pisang dan tanah yang keras. Meski tubuh dan kepala lebam serta bengkak terkena lemparan, namun warga tidak boleh marah dan menyimpan dendam dan langsung pulang ke rumah masing-masing.

21/11/11

Kemacetan


Kemacetan adalah situasi atau keadaan tersendatnya atau bahkan terhentinya lalu lintas yang disebabkan oleh banyaknya jumlah kendaraan melebihi kapasitas jalan. Kemacetan banyak terjadi di kota-kota besar, terutamanya yang tidak mempunyai transportasi publik yang baik atau memadai ataupun juga tidak seimbangnya kebutuhan jalan dengan kepadatan penduduk, misalnya Jakarta dan Bangkok.
Kemacetan lalu lintas menjadi permasalahan sehari-hari di Jakarta, Surabaya, Bandung, Medan dan kota-kota besar lainnya di Indonesia.

Penyebab kemacetan


Kemacetan dapat terjadi karena beberapa alasan:
  • Arus yang melewati jalan telah melampaui kapasitas jalan
  • Terjadi kecelakaan lalu-lintas sehingga terjadi gangguan kelancaran karena masyarakat yang menonton kejadian kecelakaan atau karena kendaran yang terlibat kecelakaan belum disingkirkan dari jalur lalu lintas,
  • Terjadi banjir sehingga kendaraan memperlambat kendaraan
  • Ada perbaikan jalan,
  • Bagian jalan tertentu yang longsor,
  • kemacetan lalu lintas yang disebabkan kepanikan seperti kalau terjadi isyarat sirene tsunami.
  • Karena adanya pemakai jalan yang tidak tahu aturan lalu lintas, spt : berjalan lambat di lajur kanan dsb.
  • Adanya parkir liar dari sebuah kegiatan.
  • Pasar tumpah yang secara tidak langsung memakan badan jalan sehingga pada akhirnya membuat sebuah antrian terhadap sejumlah kendaraan yang akan melewati area tersebut.
  • Pengaturan lampu lalu lintas yang bersifat kaku yang tidak mengikuti tinggi rendahnya arus lalu lintas

Dampak negatif kemacetan

Kemacetan lalu lintas memberikan dampak negatif yang besar yang antara lain disebabkan:
  • Kerugian waktu, karena kecepatan perjalanan yang rendah
  • Pemborosan energi, karena pada kecepatan rendah konsumsi bahan bakar lebih rendah,
  • Keausan kendaraan lebih tinggi, karena waktu yang lebih lama untuk jarak yang pendek, radiator tidak berfungsi dengan baik dan penggunaan rem yang lebih tinggi,
  • Meningkatkan polusi udara karena pada kecepatan rendah konsumsi energi lebih tinggi, dan mesin tidak beroperasi pada kondisi yang optimal,
  • Meningkatkan stress pengguna jalan,
  • Mengganggu kelancaran kendaraan darurat seperti ambulanspemadam kebakaran dalam menjalankan tugasnya

sumber : id.wikipedia.com


07/11/11

Kesenjagan Sosial Ekonomi


Kemiskian memang bukan hanya menjadi masalah di Negara Indonesia, bahkan Negara majupun masih sibuk mengentaskan masalah yang satu ini.Kemiskinan memang selayaknya tidak diperdebatkan tetapi diselesaikan. Akan tetapi kami yakin : “du chocs des opinion jaillit la verite”. “ Dengan benturan sebuah opini maka akan munculah suatu kebenaran “. Dengan kebenaran maka keadilan ditegakkan, dan apabila keadilan ditegakkan kesejateraan bukan lagi menjadi sebuah impian akan tetapi akan menjadi sebuah kenyataan.
Menurut Robert Chambers bahwa inti kemiskinan terletak pada kondisi yang disebut deprivation trap atau perangkap kemiskinan. Perangkap itu terdiri dari :
1. Kemiskinan itu sendiri
2. Kelemahan fisik
3. Keterasingan atau kadar isolasi
4. Kerentaan
5. Ketidakberdayaan
Semua unsur itu terkait satu sama lain sehingga merupakan perangkap kemiskinan yang benar – benar berbahaya dan mematikan, serta mempersulit rakyat miskin untuk bangkit dari kemiskinannya.
Menarik kita intip kembali masalah kemiskinan di Indonesia yang pada tahun 2005 jumlahnya 35,100 juta jiwa ( 15,97 % ), tahun 2006 jumlahnya 39,300 juta jiwa( 17,75 % ), tahun 2007 berjumlah 37,130 ( 16,58 % ) ( sumber BPS ). MenurutWorld Bank penduduk Indonesia yang masih dibawah garis kemiskinan sebanyak 49 % pada tahun 2007 atau berpendapan di bawah 2 dollar AS per hari ( ketentuan garis kemiskinan versi World Bank ). Memang terjadi suatu perbedaan antara BPS dan World Bank, dikarenakan indicator yang digunakan untuk menghitung garis kemiskinan pun berbeda. Sampai sekarang masih terjadi perdebatan antara para pengamat ekonomi tentang metodologi penghitungan kemiskinan menurut BPS. Terlepas dari perdebatan tersebut kita tengah dipertontonkan fakta yang cukup menakutkan berupa angka kemiskinan yang masih sangat tinggi sekali.
Factor – factor internal dan eksternal orang miskin pun semakin membuat kehidupan yang mereka jalani semakin sulit. Adapun factor internal orang miskin diantaranya : tingkat pendidikan yang rendah, kebodohan, sikap apatis orang miskin terhadap segala kebijakan pemerintah, dll. Dan inilah ( factor internal ) yang selama ini dijadikan salah satu alasan pemerintah, mengapa kemiskinan sulit dientaskan. Sebetulnya masih ada factor eksternal yang seharusnya pemerintah juga memperhatikan dan mencermati, yang kami anggap juga tak kalah menyulitkan bagi orang miskin. Adapun factor eksternal diantaranya pembangunan yang selama ini tidak berpihak kepada orang miskin, distribusi pendapatan Negara yang tidak merata, penggusuran dengan / tanpa kompensasi, kesenjangan social – ekonomi. Kita memang mempunyai orang terkaya se- Asia Tenggara versi Globe Asia akan tetapi kita juga dihadapkan dengan fakta yang menyedihkan tentang meninggalnya seorang anak balita di Makassar karena tidak diperiksakan dan dirawat di rumah sakit setelah 1 bulan menderita sakit, dikarenakan tidak mampu membayar biaya kesehatan (Kompas, 2/11 ). Ini lah salah satu wujud kesenjangan social – ekonomi yang sudah sangat parah. Menarik juga mengangkat tentang sertifikasi dan isu kenaikan gaji guru yang sekarang sedang menjadi bahan perbincangan di kalangan masyarakat. Tugas seorang guru memang berat dan penuh amanat, akan tetapi gaji seorang guru dengan golongan terendah sekalipun jikalau kita hitung masih diatas 2 dollar per hari. Dan mereka bukan termasuk salah satu dari 49% orang miskin versi World Bank. Dan saya rasa memang belum saatnya jikalau gaji guru dinaikkan, mengingat kondisi perekonomian di Negara kita dan ketakutan akan semakin lebarnya jurang kesenjangan antara yang Miskin dan tidak Miskin, masih sangat banyak orang di sekeliling kita yang berpenghasilan jauh dibawah 2 Dollar per hari, seperti: buruh tani, buruh pabrik, kuli, dan masih banyak lagi.
Dengan dana pendidikan 20% dari APBN, alangkah baiknya pemerintah mengalokasikan dana tersebut untuk diprioritaskan pada sarana pendidikan baik dari infrastruktur sekolah, akses sekolah, biaya pendidikan yang terjangkau bagi orang miskin. Jikalau distribusi dana pendidikan lancar, niscaya jurang kesenjangan social – ekonomi yang Miskin dan Miskin akan berkurang.
Dan andaikata para konglomerat ( termasuk para elite pemerintahan ), mau berkorban, mengabdi kepada rakyat niscaya akan tumbuh sebuah rasa “senasib sepenanggungan” sehingga akan tercipta apa yang dinamakan “sama rasa sama rata” sehingga akan mewujudkan sebuah masyarakat yang sosialis – demokratis. Suatu masyarakat yang menjunjung tinggi hak – hak azasi manusia tanpa adanya perbedaan kelas.


sumber : http://bayusindhuraharja.wordpress.com